Hubungan antara Etika Politik dan
Pancasila terhadap Psikologi
Apasih Etika dan Etika Politik itu?
Secara
etimologi etika berasal dari bahasa yunani yaitu ‘ethos’ yang berarti watak,
adat ataupun kesusilaan. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi
menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika adalah suatu ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap bertanggung
jawab yang berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika
umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip. Etika khusus dibagi menjadi etika
individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika
sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam
hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Menurut
Bartens, sebenarnya terdapat tiga makna dari etika. Pertama, etika dipakai
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup
manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat). Kedua, etika dipakai dalam
arti kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode
etik. Ketiga, etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang
buruk (sama dengan filsafat moral).
Sementara
itu, Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas
hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang
dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena
mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas
dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika
politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam
ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia
sampai ke titik terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku,
sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.
Jadi,
tugas utama etika politik sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi
ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun
demikian, bukan berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat
kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik
harus terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan.
Fungsi
etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung
jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara
rasional objektif dan argumentatif. Etika politik tidak langsung mencampuri
politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan
masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Pancasila sebagai Sistem Etika.
Nilai, norma, etika, dan
moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan
Pancasila maka akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem
etika. Pancasila sebagai sistem etika adalah poin – poin yang
terkandung di dalam pancasila yang mencerminkan etika yang ada pada
diri bangsa Indonesia:
1. Negara
Indonesia berdasarkan sila I “Ketuhanan Yang Maha Esa” → bukan negara Teokrasi
(tidak mendasarakan pada legitimasi religius) → Namun secara moralitas
kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari TUHAN
terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara.
2. Sila
II “Kemanusaian yang adil dan beradab” → Negara pada prinsipnya merupakan
persekutuan hidup manusia sebagai mahluk TUHAN Yang Maha Esa.
3. Sila
III “Persatuan Indonesia” → Bangsa Indoneia sebagai bagaian dari umat manusia
di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu dengan suatu
cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama.
4. Sila
IV “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” → Negara adalah berasal dari rakyat dan segala
kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat.
5. Sila
V “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” → Negara Indonesia adalah
negara hukum, oleh karena itu, “Keadilan” dalam hidup bersama (keadilan sosial)
merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan;
1.
Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu
dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
2.
Disahkan dan dijalankan secara demokratis
(legitimasi demokratis).
3.
Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pembentukan
etika ini berdasarkan hati nurani dan tingkah laku, tidak ada paksaan
dalam hal ini. Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem
etika yang baik di negara ini. Pancasila sebagai etika politik maka
mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan Pancasila,
karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan
dasar etika politik modern.
A. Pluralisme
Pluralisme
adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi.
Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
B. Hak
Asasi Manusia
Jaminan
hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena
hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib
tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah
baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut:
a. Mutlak
karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan
karena pemberian Sang Pencipta .
b. Kontekstual
karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas
di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam
oleh Negara modern.
C. Demokrasi
Prinsip
“kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus
atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin
berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin.
Jadi demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi
hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM;
perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran
mayoritas.
b. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan
dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum
merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang
sewenang-wenang).
D.
Keadilan Sosial
Keadilan
merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan
sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang
terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk
itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
a.
Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
b.
Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama
dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan
pendapat mereka pada masyarakat.
c. Korupsi.
E.
Solidaritas Bangsa
Solidaritas
bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara
melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan,
solidaritas sebagai manusia. Maka di
sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran
kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
Sumber: