Minggu, 29 April 2018

Etika Politik, Pancasila & Psikologi


Hubungan antara Etika Politik dan Pancasila terhadap Psikologi


Apasih Etika dan Etika Politik itu?
Secara etimologi etika berasal dari bahasa yunani yaitu ‘ethos’ yang berarti watak, adat ataupun kesusilaan. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita  harus mengambil sikap bertanggung jawab yang berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip. Etika khusus dibagi  menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Menurut Bartens, sebenarnya terdapat tiga makna dari etika. Pertama, etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat). Kedua, etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk (sama dengan filsafat moral).
Sementara itu, Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.
Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentatif. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar  pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.

Pancasila sebagai Sistem Etika.
Nilai, norma, etika, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai sistem etika adalah poin – poin  yang terkandung di dalam pancasila yang mencerminkan etika yang ada pada diri bangsa Indonesia:
1.      Negara Indonesia berdasarkan sila I “Ketuhanan Yang Maha Esa” → bukan negara Teokrasi (tidak mendasarakan pada legitimasi religius) → Namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari TUHAN terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara.
2.      Sila II “Kemanusaian yang adil dan beradab” → Negara pada prinsipnya merupakan persekutuan hidup manusia sebagai mahluk TUHAN Yang Maha Esa.
3.      Sila III “Persatuan Indonesia” → Bangsa Indoneia sebagai bagaian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama.
4.      Sila IV “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” → Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat.
5.      Sila V “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” → Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu, “Keadilan” dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan;
1.      Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
2.      Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis).
3.      Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pembentukan etika ini berdasarkan hati nurani dan tingkah laku, tidak ada paksaan dalam hal ini. Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
A.    Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
B.     Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut:
a.       Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .

b.      Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.


C.     Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
     a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
     b. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).

D. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
a. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
b. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
     c. Korupsi.

E. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

                                                                                                

Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar