Kamis, 05 Juli 2018

Pengaruh Teori Evolusi dengan Ilmu Psikologi



Evolusi merupakan proses perubahan makhluk hidup secara lambat dalam waktu yang sangat lama, sehingga berkembang menjadi berbagai spesies baru yang lebih lengkap struktur tubuhnya. Menurut teori evolusi, makhluk hidup yang sekarang berbeda dengan makhluk hidup zaman dahulu. Nenek moyang makhluk hidup sekarang yang bentuk dan strukturnya berbeda mengalami perubahan-perubahan baik struktur maupun genetis dalam waktu yang sangat lama, sehingga bentuknya jauh menyimpang dari struktur aslinya dan akhirnya menghasilkan berbagai macam spesies yang ada sekarang. Jadi tumbuhan dan hewan yang ada sekarang bukanlah makhluk hidup yang pertamakali berada di bumi, tetapi berasal dari makhluk hidup di masa lampau.
Ada dua macam evolusi, yaitu evolusi progressif dan evolusi regressif. Evolusi progressif merupakan proses evolusi yang menuju kemungkinan dapat bertahan hidup sehingga menghasilkan spesies baru. Evolusi regressif merupakan evolusi menuju kemungkinan mengalami kepunahan.
Charles Robert Darwin. Yap! Itulah salah satu tokoh filsuf yang sangat terkenal. Beliau menularkan beberapa karya yang mengubah pandangan dunia. Darwin, nama yang akrab dikenal, menggegerkan dunia dengan karyanya yang fenomenal, The Origin of Species, sebuah buku yang diklaim sebagai buku akademik paling berpengaruh sepanjang sejarah oleh Guardian. Dalam bukunya itu, Darwin menawarkan sebuah pandangan baru tentang penciptaan, yaitu evolusi melalui seleksi alam (natural selection).
Yang dimaksud seleksi alam adalah: proses pemilihan yang dilakukan oleh alam terhadap variasi makhluk hidup di dalamnya. Hanya makhluk hidup yang memiliki variasi sesuai dengan lingkungan yang bisa bertahan hidup, sedang yang tidak sesuai akan punah. Organisme yang bisa hidup inilah yang selanjutnya akan mewariskan sifat-sifat yang sesuai dengan lingkungan pada generasi berikutnya.
Darwin pun menggunakan Jerapah sebagai teori nya. Sebagai pembanding dengan teori Lamarck, panjang leher jerapah dapat dijelaskan dengan teori Darwin sebagai berikut. Nenek moyang jerapah punya variasi panjang leher, ada yang berleher pendek dan ada yang berleher panjang. Karena terjadi bencana kekeringan, lingkunganpun berubah dan, berlangsunglah proses seleksi alam. Jerapah berleher pendek tidak dapat mencari makan dengan menjangkau daun-daun di pohon sehingga tidak bisa bertahan hidup. Sebaliknya jerapah berleher panjang tetap dapat memperoleh makanan dari daun-daun di pohon sehingga dapat bertahan hidup. Karena mampu bertahan hidup maka jerapah tersebut mampu berbiak dan mewariskan sifat adaptif yaitu leher panjang pada generasi berikut. Itulah sebabnya semua jerapah sekarang berleher panjang. 

Darwin sendiri sudah membuat sebuah pernyataan dalam bukunya, ia memprediksi bahwa di masa depan, ada banyak bidang keilmuan yang dibuka dari teori evolusioner yang telah ia kemukakan. Ia menyebutkan bahwa:
“Di masa depan, saya melihat bidang-bidang terbuka bagi jauh lebih banyak lagi penelitian. Psikologi akan didasarkan pada pondasi baru yang memberikan setiap kekuatan dan kemampuan mental secara bertahap. Banyak titik terang akan terungkap tentang asal-usul manusia dan sejarahnya”
Jika psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia atau apapun tentang manusia, sepertinya sulit melacak pemikiran psikologi pada masa lampau. Sudah pasti sejak manusia mampu berpikir logis dan memiliki kesadaran, ia sudah bertanya tentang hakikat manusia.
Psikologi yang mengadopsi pisau perspektif Darwin, dikenal dengan psikologi evolusioner. Ia adalah sebuah pendekatan baru dalam disiplin psikologi yang kira-kira berkembang pada tahun 80an, dikembangkan oleh pasangan suami istri Cosmides dan Tooby dari University of’8 California. Perkembangan psikologi evolusioner sangat dipengaruhi oleh perkembangan pesat dalam disiplin neurosains dan kognitif yang memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang otak manusia.
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa otak merupakan pusat segala aktivitas manusia, baik yang sadar (seperti gerak tubuh) maupun tidak (seperti detak jantung). Setiap bagian otak tertentu (sirkuit) bertanggung jawab pada aktivitas spesifik tertentu. Ada yang mengatur bagian bahasa, memori, logika, sensori, dan lain sebagainya. Lalu, apa yang bertanggung jawab dalam pembentukan otak? Ia adalah gen, yang secara turun temurun diwariskan melalui reproduksi.
Singkatnya, jika otak dibentuk oleh gen yang diwariskan secara turun temurun dan terus berevolusi sesuai seleksi, bukankah sangat memungkinkan perilaku manusia (sebagai hasil aktivitas otak) juga sangat dipengaruhi oleh evolusi? Kita tidak ragu bahwa gen membentuk anatomi tubuh, tetapi ketika gen diklaim bertanggung jawab pada perilaku? Rasa nyaman kita sebagai manusia yang memiliki kehendak bebas sedikit terusik. Apakah kita bebas berperilaku? Atau perilaku kita didikte oleh gen? Entahlah, perlu tulisan sendiri untuk mengupas masalah ini.
Psikolog evolusioner berusaha menjawab permasalah psikologis dengan menggunakan perspektif evolusi. Berusaha mendamaikan pengaruh bawaan gen (nature) dan pengaruh lingkungan (nurture) pada perilaku manusia. Tidak semua tindakan dikendalikan oleh gen, tapi tidak ada satupun perilaku yang tidak melibatkan sel otak. Psikologi, khususnya di Indonesia, seringkali mengabaikan fakta ini. Tapi, untuk keperluan pragmatis, pemahaman teoritis macam ini memang tak perlu.
Psikologi evolusioner, bagi saya, memberikan penjelasan yang memuaskan terhadap perilaku manusia. Contohnya, mengapa manusia seringkali tolong menolong? Karena tujuan setiap makhluk hidup adalah bertahan hidup, maka tolong menolong dikembangkan untuk dapat menambah peluang untuk hidup sesama spesies, terutama makhluk yang hidup berkelompok. Tak ada makhluk sosial yang tidak mengembangkan sikap tolong menolong antar anggota kelompoknya.


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar